JAKARTA – Kekurangan zat besi masih merupakan tantangan gizi yang mengancam anak-anak pada usia dini di Indonesia.
Padahal, mineral esensial ini memegang peranan vital dalam proses pembentukan sel darah merah, perkembangan otak, hingga kemampuan daya tahan tubuh anak.
Defisit asupan zat besi dapat menimbulkan dampak jangka panjang, mulai dari kondisi anemia hingga terganggunya perkembangan kognitif.
Temuan ini diperkuat oleh sebuah studi intervensi yang dilakukan oleh Dokter Gizi Medik, Dian Novita Chandra, pada sekelompok anak berusia 1—3 tahun yang berlokasi di Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh dari konsumsi susu pertumbuhan yang telah diperkaya (terfortifikasi) terhadap pemenuhan kebutuhan zat besi harian anak.
Hasil dari temuan riset tersebut juga telah dipresentasikan dalam acara 57th Annual Meeting of ESPGHAN yang diadakan pada 14—17 Mei 2025.
Hasil studi menunjukkan bahwa delapan dari sepuluh anak yang mengonsumsi susu pertumbuhan yang diperkaya zat besi setidaknya dua kali dalam sehari mampu mencapai 100 persen kecukupan zat besi harian mereka.
Angka capaian ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kelompok anak yang hanya mengandalkan sumber makanan dari pola makan harian biasa.
Temuan ini dinilai sangat penting mengingat mayoritas anak Indonesia masih belum mencapai rekomendasi asupan zat besi harian yang ditetapkan, yaitu sebesar 7 miligram per hari.
"Kekurangan zat besi masih menjadi tantangan besar pada anak usia dini, dan dapat berdampak pada risiko anemia, gangguan perkembangan kognitif, penurunan performa belajar, hingga meningkatnya kerentanan terhadap infeksi," kata Dian dalam keterangan tertulis, Minggu (14/12/2025).
Menurutnya, memastikan bahwa anak mendapatkan asupan sumber zat besi yang memadai setiap hari dapat memberikan perubahan signifikan terhadap kesehatan mereka.
"Intervensi nutrisi yang tepat, termasuk melalui pilihan pangan terfortifikasi, terbukti membantu meningkatkan kecukupan asupan zat besi dan dapat menjadi bagian dari upaya menurunkan risiko kekurangan zat besi sejak dini," katanya.
Selain peran zat besi, kesehatan saluran pencernaan juga memiliki fungsi penting dalam menunjang proses penyerapan nutrisi dan pertumbuhan serta perkembangan anak.
Berbagai publikasi ilmiah menunjukkan adanya hubungan erat antara kondisi saluran cerna dengan perkembangan sistem imun dan fungsi kognitif sejak masa awal kehidupan.
Dokter Spesialis Anak, Andy Darma, menekankan bahwa kesehatan pencernaan merupakan fondasi krusial pada masa-masa awal kehidupan anak.
"Dalam 1.000 hari pertama kehidupan, apa yang terjadi di saluran cerna sangat menentukan perkembangan masa depan anak," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kesehatan pencernaan memiliki keterkaitan yang erat dengan perkembangan otak serta kemampuan sosial dan emosional anak.
Intervensi nutrisi seperti pemberian prebiotik dinilai mampu mendukung proses pematangan saluran cerna.
"Kombinasi prebiotik seperti FOS, GOS, dan inulin diketahui membantu meningkatkan keragaman bakteri baik dalam usus sejak dini," kata dia.
Pendekatan yang didasarkan pada bukti ilmiah inilah yang menjadi acuan utama dalam pengembangan solusi nutrisi bagi anak-anak maupun ibu.
Medical and Scientific Affairs Director Danone Specialized Nutrition Indonesia, Dokter Ray Wagiu Basrowi, menegaskan kembali pentingnya peran riset sebagai landasan bagi inovasi di bidang nutrisi.
Sepanjang tahun 2025, berbagai hasil publikasi ilmiah yang terkait dengan kesehatan anak dan ibu telah dipresentasikan dalam forum nasional dan internasional, membahas isu-isu utama seperti anemia, stunting, kesehatan pencernaan, serta nutrisi maternal.
Riset-riset ini diharapkan mampu memperkuat upaya pemenuhan kebutuhan gizi anak sejak dini, sekaligus mendukung proses tumbuh kembang yang optimal.
"Publikasi ilmiah bukan sekadar pencapaian akademik, tetapi menjadi fondasi untuk memastikan inovasi nutrisi yang dihadirkan memiliki manfaat nyata dan relevan dengan kebutuhan kesehatan masyarakat," ujar Ray.
Ikuti Artikel Terbaru Kawula ID di Google News