OJK Hitung Skenario Kenaikan Kewajiban Free Float, Butuh Dana hingga Rp203 Triliun

Kamis, 04 Desember 2025 | 08:07:27 WIB
Ilustrasi Foto: Istimewa

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyusun skenario perhitungan terkait kebutuhan dana jika kewajiban free float (saham beredar) dinaikkan menjadi besaran tertentu. 

Menurut OJK, peningkatan kewajiban free float hingga menjadi 10% membutuhkan pendanaan sebesar Rp21 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan bahwa pihaknya membuat kalkulasi perkiraan nilai tambah yang harus diserap oleh pasar modal jika kewajiban free float dinaikkan mencapai batas tertentu.

“Kalau kami naikkan 10%, itu dibutuhkan pendanaan sekitar Rp21 triliun. Lalu kalau kami naikkan 15%, dibutuhkan sekitar Rp203 triliun. Oleh karena itu, ada beberapa strategi yang dalam proses pembahasan,” ucap Inarno di DPR, Rabu (3/12/2025).

Inarno juga menyampaikan bahwa saat ini, jika kewajiban free float ditetapkan sebesar 10%, maka sebanyak 751 emiten telah memenuhi persyaratan ini, sementara 192 emiten belum memenuhinya. 

Lebih lanjut, apabila free float dinaikkan lagi menjadi 15%, maka hanya 616 emiten yang memenuhi syarat, dan sebanyak 327 emiten tidak memenuhi.

Dengan skenario tersebut, OJK memandang perlunya ada masa transisi yang memadai untuk menerapkan aturan free float yang baru.

Inarno menilai bahwa semakin besar persentase free float, semakin baik pula dampaknya bagi likuiditas pasar. Selain itu, dengan free float yang besar, tidak akan ada peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk membentuk harga, sehingga proses price discovery (penemuan harga) menjadi semakin baik.

“Tapi, kami bisa lihat, memang butuh dana yang diserap yang cukup besar. Oleh karena itu kami sedang dalam diskusi dengan Bursa, kami targetkan 10%-15%, dan kami akan review secara berkala apabila butuh dinaikkan ke depannya, akan kami naikkan,” tutur Inarno.

Inarno juga menuturkan bahwa target untuk mendukung kebutuhan dana guna meningkatkan free float ini tidak akan dapat tercapai jika hanya bergantung pada investor retail.

“Kami butuh dukungan dari DPR untuk paling tidak penguatan basis investor, terutama investor domestik, bagaimana perannya. Mungkin bank harus direviu, mungkin bank bisa masuk ke pasar saham ke saham-saham yang fundamentalnya bagus,” ucap Inarno.

Dia juga memberikan contoh bahwa saat ini investasi BPJS TK misalnya, hampir 90% porsinya berisi SBN dan SRBI. 

Sementara itu, investasi yang ditempatkan di pasar modal masih kurang dari 5%. Inarno juga meminta dukungan DPR agar memberikan insentif perpajakan bagi pasar modal.

Inarno menegaskan, apabila emiten-emiten di pasar modal tidak mematuhi ketentuan free float, maka pihaknya akan menjatuhkan sanksi berupa denda, penurunan ke papan pemantauan khusus, hingga penghapusan pencatatan saham (delisting). 

Menurutnya, langkah ini dapat menjadi pemicu bagi emiten untuk segera memenuhi ketentuan free float.

Terkini