Kasus bank bangkrut di Indonesia adalah hal yang terjadi sejak lama, salah satunya adalah Rabobank Indonesia yang resmi memutuskan operasionalnya di Indonesia pada akhir April 2019 silam.
Perusahaan ini menghentikan operasional di tanah air secara bertahap mulai April hingga Juni 2020 setelah beroperasi selama 29 tahun di Indonesia. Rabobank Indonesia menghentikan operasional yang dilakukan oleh bank yang berdiri di Indonesia sejak 1990 itu sebab akan melakukan konsolidasi bisnis ke Singapura.
Rabobank Indonesia adalah anak usaha Rabobank Group yang bermarkas di Utrecht, Belanda. Jejak bisnisnya di Indonesia pun terbilang sukses. Pasalnya, pada tahun 2008, Rabobank mengklaim menjadi bank internasional nomor satu di tanah air usai mereka berhasil menyelesaikan proses merger dengan Haga Bank dan Bank Hagakita.
Melalui ketentuan single presence policy dari Bank Indonesia maka Rabobank, Hagabank, dan Bank Hagakita merger dengan nama baru menjadi Rabobank Indonesia.
Penyebab dan Kasus Bank Bangkrut
Pada dasarnya, kebangkrutan atau likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh aset dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Di luar itu, terdapat 4 risiko utama yang dapat mengancam kelangsungan bisnis para bankir, yaitu
1. Risiko kredit
Risiko kredit adalah kerugian akibat gagal bayar dari debitur bank. Risiko yang satu ini dapat timbul dari kredit macet, transaksi forward atau derivatif (treasury), investasi dan pembiayaan perdagangan.
2. Risiko pasar
Adapun risiko pasar terjadi lantaran perubahan faktor pasar, yakni perubahan suku bunga dan nilai tukar. Sebagai contoh, kenaikan suku bunga mengakibatkan harga obligasi turun dan timbul kerugian bagi bank.
3. Risiko operasional
Risiko operasional adalah kerugian yang disebabkan oleh faktor sistem, misalnya kegagalan teknologi informasi bank yang disebabkan komputer di-hack, kegagalan ATM, dan sistem off line. Faktor manusia sendiri lantaran kejahatan internal, kompetensi karyawan tidak memadai, dan perselisihan perburuhan.
Sementara itu, dari faktor proses internal, terjadi akibat kegagalan proses dan prosedur bank. Contohnya, proses pengecekan yang kurang memadai dan kejadian eksternal akibat sesuatu di luar kendali bank, seperti perampokan, kebakaran, gempa bumi, dan lainnya.
4. Risiko likuiditas
Risiko likuiditas terjadi akibat ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang bisa diagungkan.
Selain 4 risiko utama itu, juga ada risiko lainnya, yakni risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik, dan risiko kepatuhan. Risiko hukum sendiri terkait kelemahan kontrak atau tuntutan hukum, risiko reputasi adalah persepsi negatif terhadap bank, risiko strategik terjadi akibat perencanaan strategis yang kurang baik, sedang risiko kepatuhan diakibatkan adanya pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku.
Daftar Bank Bangkrut di Indonesia & Bank Asing
Beberapa bank asing lain yang juga hengkang dari tanah air sebelum Rabobank, yaitu:
1. Bank RBS Indonesia
Diketahui, Royal Bank of Scotland (RBS) juga mengumumkan penghentian operasionalnya di Indonesia pada 2017. Akan tetapi, RBS sudah menyampaikan rencana penghentiannya kepada OJK sejak 1 November 2016. RBS juga sempat mengumumkan laporan keuangan terakhirnya pada kuartal III/2016 sebelum hengkang dari tanah air. Dalam laporan itu, RBS mengalami kerugian hingga Rp14,64 miliar pada kuartal III/ 2016, padahal pada kuartal III/2015 RBS masih menangguk keuntungan sebesar Rp27,95 miliar.
2. Bank Barclays Indonesia
Bank Barclays Indonesia juga hengkang dari Indonesia pada tahun 2010. Boleh disebut bahwa bank asal Inggris ini adalah bank asing yang paling cepat meninggalkan Indonesia. Hal itu karena Bank Barclays Indonesia masuk ke Indonesia pada tahun 2008 dengan mengakuisisi Bank Akita sampai akhirnya mengganti nama menjadi Bank Barclays Indonesia.
3. Bank Credit Agricole Indosuez
PT Bank Credit Agricole Indosuez, sebuah bank asal Prancis, juga memutuskan hengkang dari Indonesia setelah izin usahanya dicabut pada 27 Januari 2003 atas permintaan langsung para pemegang saham bank ini. Alasan utama bank sudah beroperasi di Indonesia sejak 1994 ini tutup lantaran memburuknya kinerja perseroan. Kendati sudah diusahakan restrukturisasi kredit dan penambahan modal, hal itu tetap tidak mampu menyelamatkan bank ini.
103 Bank Tumbang pada Periode 2006—2020
Sebanyak 103 BPR diketahui sudah bangkrut atau likuidasi yang mana kinerja keuanganya sangat sulit di Indonesia, yang terjadi sepanjang 2006 hingga Juni 2020. Salah satu dari bank ini Bank Century.
Adapun BPR bangkrut yang sangat banyak terjadi di Jawa Barat dan Sumatera Barat, dengan rincian BPR di Jawa Barat yang sudah bangkrut mencapai 36, sementara di Sumatera Barat itu 15. Hal itu pun menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan lembaga penjamin simpanan.
Banyaknya BPR yang ditutup ini akibat adanya persaingan yang ketat dengan bank umum. Pasalnya, bank umum lebih dipercayai oleh nasabah dengan pelayanan dan teknologi yang dimiliki.
Puluhan Bank Tumbang saat Krisis 1998
Tepat 23 tahun lalu, pada tahun 1998, terjadi krisis moneter. Kerusuhan pun terjadi di mana-mana. Dalam pada itu, ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat, bertumbangan. Adapun sektor konstruksi, manufaktur, dan perbankan adalah sektor yang dianggap terpukul cukup parah.
Krisis ekonomi 1998 itu pun menjadi masa-masa terberat untuk dunia perbankan di tanah air. Saat itu, International Monetary Fund (IMF) meminta pemerintah untuk menutup 16 bank kecil.
Kala itu, saat bank-bank kecil ditutup, masyarakat resah pun dan memindahkan dana ke bank pemerintah dan bank besar, termasuk Bank BCA. Merujuk pada situs resmi Bank Indonesia (BI), puluhan bank yang tercatat harus ditutup sepanjang tahun 1990-an.
Ketika krisis ekonomi 1997—1998, setelah 16 bank ditutup, diikuti oleh tutupnya 38 bank pada 1999. Pada tahun 2004, Bank Dagang Bali dan Bank Aspac dilikuidasi dan terakhir, Bank Global ditutup pada 2005.
Diketahui, dana asing cabut besar-besaran sampai pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi faktor banyaknya perusahaan yang bangkrut, termasuk perbankan. Mata uang Garuda mulai merosot sejak Mei 1997 sampai menembus level Rp4.650 per dolar AS di akhir 1997.
Depresiasi rupiah pun mencapai 197% hingga sontak mengguncang perbankan. Ketika itu, ekonomi Indonesia tidak tumbuh bahkan -13,1%.
Demikianlah sejumlah kasus bank bangkrut yang pernah terjadi di Indonesia. Dengan segala risiko yang ada dan krisis moneter yang bisa terjadi kapan saja, bank-bank yang ada memang rentan bertumbangan.