JAKARTA – Wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Wamenekraf), Irene Umar, menegaskan bahwa Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menjadi kiblat mode (fashion hub) dunia, khususnya dalam dua segmen yang sedang berkembang pesat, yaitu modest fashion (busana santun) dan sustainable fashion (fesyen berkelanjutan).
“Kalau kami bicara modest fashion, semua orang melihatnya ke Indonesia. Modest fashion juga bukan busana Muslim, namun pada dasarnya adalah busana berpotongan sopan, dan semua orang memakainya, dan kami melihat langsung bahwa Singapura, Malaysia, Brunei itu melihat kiblatnya ke Indonesia. Kalau mereka ingin tahu tren terbaru, ya ke Indonesia,” kata Irene usai gelaran ASIK (Akselerasi Ekspor Kreasi Indonesia) Fashion Connect 2025 di Jakarta, Selasa (9/10/2025).
Selain dunia yang kini menjadikan Indonesia sebagai acuan utama dalam modest fashion, Irene menekankan bahwa dalam bidang sustainable fashion, yang merupakan tren fesyen global, Indonesia disebut memiliki keunggulan karena ketersediaan bahan baku yang ramah lingkungan.
- Baca Juga Jenis Asuransi Kesehatan di Indonesia
Dalam beberapa peragaan busana, para perancang telah menggunakan kain perca, material berkelanjutan, hingga pewarna alami yang bersumber dari kekayaan lokal.
Irene menilai pendekatan ini bisa menjadi solusi terhadap dominasi fast fashion global yang saat ini disoroti karena dampaknya terhadap lingkungan.
Irene menekankan bahwa keunggulan kreativitas, keragaman budaya, dan potensi bahan baku lokal menempatkan Indonesia pada posisi yang sangat strategis dalam industri mode global.
“Tren fesyen saat ini menggunakan material berkelanjutan, misal, menggunakan pewarna alami. Pewarna alami dan bahan baku yang ada di Indonesia itu sangat melimpah. Jadi pertanyaannya adalah, bagaimana kami mengintegrasikan itu? Kembali ke cara kami menggunakan kearifan lokal dari nenek moyang kami untuk digunakan dalam fesyen modern,” kata dia.
“Itu bisa menjadi solusi potensial untuk fast fashion yang sangat marak di dunia saat ini,” tambah Wamenekraf.
Lebih lanjut, Irene juga menjelaskan bahwa permintaan dari pasar internasional terhadap produk fesyen Indonesia sudah terbukti, salah satunya datang dari pasar Timur Tengah.
“Banyak sekali, sampai ke Dubai, sampai ke Timur Tengah, mereka itu sangat berharap (produk) Indonesia itu bisa sampai ke sana. Mereka ingin belanja,” ujarnya.
Kondisi ini menunjukkan tingginya minat global, sekaligus perlunya penguatan standar ekspor dan ketersediaan informasi mengenai jenama lokal.
Menurut Irene, beberapa merek Indonesia telah membuktikan kemampuan untuk memasuki pasar global.
Pemerintah juga berupaya memperluas peluang tersebut melalui inisiatif seperti Ekraf Hunt dan ASIK, yaitu program yang dirancang sebagai embrio direktori kreatif untuk membantu jenama Indonesia ditemukan oleh pasar internasional.
“Kami tidak mau hanya seremonial, kita ingin melakukan sesuatu yang berkelanjutan,” tegas Irene.
Dengan kombinasi antara kekuatan budaya, kreativitas, dan inovasi berkelanjutan, Irene optimistis Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pusat mode yang dipertimbangkan di kancah internasional.
Sebagai informasi, kontribusi subsektor fesyen di Indonesia mencapai 17,6 persen dari total nilai tambah ekonomi kreatif, yaitu sebesar Rp225 triliun pada tahun 2022.
Fesyen juga mendominasi nilai ekspor, sebesar 61 persen pada tahun 2021 dari total ekspor produk ekonomi kreatif.
Pada tahun 2022, nilai devisa subsektor fesyen tercatat mencapai 16,47 miliar dolar AS (sekitar Rp274,57 triliun), serta dari aspek penyerapan SDM, subsektor fesyen menyerap tenaga kerja sebesar 17 persen atau sebanyak 25 juta lapangan kerja.