JAKARTA – Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB) memperkirakan sekitar 30.000 pelancong akan mendatangi Candi Borobudur pada masa libur Natal dan tahun baru (Nataru).
Direktur Utama BPOB Agustin Peranginangin menyebutkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke Borobudur saat pergantian tahun biasanya cenderung stabil tiap tahunnya. “Biasanya yang ke Borobudur tidak kurang dari 30.000,” ungkapnya, dikutip pada Jumat (19/12/2025).
Agustin menjelaskan bahwa angka tersebut telah mempertimbangkan daya tampung Candi Borobudur.
Ia menambahkan bahwa pembatasan akses naik ke struktur candi tetap diterapkan, yakni berkisar 400-450 orang per satuan waktu. Kebijakan tersebut diambil demi menjaga kenyamanan pengunjung serta kelestarian bangunan candi.
Sebelum aturan pembatasan ini berlaku, jumlah wisatawan yang diizinkan naik ke struktur candi mencapai 1.150 sampai 1.200 orang per satuan waktu.
Selain masalah kapasitas, BPOB juga menyoroti pandangan masyarakat mengenai harga tiket masuk Candi Borobudur yang dianggap tinggi, sehingga menjadi tantangan tersendiri dalam memulihkan citra destinasi tersebut.
"Memang Borobudur ini perlu pemulihan imej, yang pertama imej dianggap orang itu Rp1 juta (tarif) tiketnya. Padahal enggak," katanya.
Pembangunan di Kawasan Perbukitan Menoreh
BPOB tidak hanya memiliki otoritas di Candi Borobudur, tetapi juga bertanggung jawab atas pengembangan pariwisata di wilayah Perbukitan Menoreh. Proyek ini merupakan bagian dari Destinasi Wisata Super Prioritas (DPSP).
Agustin menuturkan bahwa pihaknya sudah memetakan potensi kerawanan tanah longsor di area Perbukitan Menoreh. Maka dari itu, dalam proses pengembangannya, BPOB sangat memperhatikan aspek ekologis di wilayah tersebut.
“Contoh yang tidak boleh dilakukan adalah mengebor air, dalam kawasan itu tidak dilakukan,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa penggunaan air tanah lewat pengeboran dihindari sebagai langkah meminimalisir risiko bencana yang mungkin muncul di kawasan tersebut.
Ia juga menambahkan bahwa aktivitas penebangan hutan turut dihindari karena karakteristik tanah di wilayah ini didominasi tanah merah dan bebatuan sehingga risikonya sangat besar jika dilakukan penebangan secara masif.
"Yang kedua, kami mengurangi, menghindari penebangan lahan ya,” kata Agustin.
Ia melanjutkan bahwa pembangunan di kawasan Perbukitan Menoreh dilakukan dengan mengikuti kontur tanah.
“Ini penyesuaian pembangunan dengan kontur tanah) juga salah satu upaya-upaya untuk menghindari longsor,” ucapnya.
Di sisi lain, Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah memetakan sejumlah titik wisata yang memiliki kerawanan terhadap bencana tanah longsor.
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Imam Pratanadi mengungkapkan bahwa merujuk pada data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, terdapat tiga wilayah wisata yang masuk kategori rawan longsor.
Kawasan wisata yang memiliki risiko longsor tersebut meliputi Perbukitan Menoreh, Pegunungan Sewu, serta Perbukitan Patuk Imogiri.
Di wilayah-wilayah itu terdapat berbagai objek wisata seperti Nglinggo Tritis, Puncak Widosari, Puncak Suroloyo, Sendangsono, Embung Tonogoro, Desa Wisata Tinalah, Desa Wisata Jatimulyo, Nglanggeran, Goa Pindul, Kalisuci, Air terjun Srigethuk, Goa Jomblang, Desa Wisata Wukirsari, Mangunan (Becici, Pengger), Imogiri, HeHa Sky View, dan Bukit Bintang.
“Menilik data yang ada, sejak tahun 2023 kejadian longsor di destinasi wisata tercatat hanya terjadi di area parkir Tebing Breksi. Selebihnya kejadian longsor tidak secara spesifik terjadi di destinasi wisata sehingga tidak berdampak kepada operasionalisasi destinasi tersebut,” kata Imam dalam pernyataannya, Selasa (9/12/2025).
Meski begitu, peristiwa longsor di beberapa titik juga menyebabkan kerusakan pada infrastruktur, terutama jalan, yang berpotensi menghambat akses menuju lokasi wisata.
Ikuti Artikel Terbaru Kawula ID di Google News