KAWULA ID – Buku berjudul Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional merupakan hasil investigasi sejumlah media. Buku ini resmi diluncurkan di Swiss-Belinn Wahid Hasyim, Rabu (28/5). Buku ini menyajikan fakta mengejutkan dari dampak Proyek Strategis Nasional (PSN) terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.
Acara ini menghadirkan para penanggap seperti Yosep Suprayogi dari Tempo Witness, Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Diky Anandya dari Auriga Nusantara, dengan moderator Musdalifah dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
Dalam pers rilisnya, Sekjen AJI Indonesia Bayu Wardhana menyatakan bahwa liputan investigatif ini adalah kolaborasi antara AJI Indonesia, Walhi, LBH, dan Tempo Witness.
“Buku ini lebih dari sekadar kumpulan liputan. Ini menjadi pengingat bahwa pembangunan sejati harus mengedepankan keadilan sosial, bukan hanya pencapaian infrastruktur,” ujar Bayu.
Dari hasil liputan ditemukan fakta PSN di Maluku Utara ada tanah warga setempat yang diambil alih secara paksa untuk kepentingan tambang. Padahal selama ini tanah tersebut menjadi sumber penghidupan warga. Pengambilalihan lahan secara paksa itu mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati yang intinya membeli tanah itu dengan harga murah.
Pemerintah daerah melakukan negosiasi dengan warga untuk mendapatkan tanah yang akan digunakan perusahaan.Warga yang menolak menjual tanahnya terancam dikriminalisasi. Perusahaan tidak pernah menunjukan bukti legalitas kepemilikan konsesi lahan kepada warga, padahal hal itu yang menjadi dalih untuk mengusir masyarakat dari lahannya.
PSN di Kalimantan Timur yang selama ini menyedot perhatian publik adalah pembangunan IKN. Modus perampasan tanah sama seperti wilayah PSN lainnya, di mana masyarakat yang sudah lama menempati tanah secara turun temurun dianggap menduduki wilayah konsesi perusahaan. Sedihnya, perusahaan pemegang konsesi seperti di Desa Telemow Kabupaten Penajam Paser Utara, punya hubungan keluarga dengan Presiden Prabowo Subianto.
“Rakyat dikriminalisasi dengan tuduhan menyerobot tanah,” ujarnya.
Selain itu, PSN di Jawa Barat yang diangkat dalam liputan ini terkait industri energi terbarukan yakni panas bumi. Bayu menjelaskan salah satu kasusnya ada selisih ratusan miliar rupiah alokasi dana bagi hasil (DBH) yang diberikan perusahaan kepada pemerintah daerah. DBH yang dicatat perusahaan berbeda dengan pencatatan pemerintah daerah. Tapi hal itu secara sederhana direspon pemerintah daerah dengan dalih ada kesalahan pencatatan.
“Indikasi korupsi tapi hanya direspon sebagai kesalahan pencatatan,” katanya lagi.
Diky Anandya dari Auriga Nusantara mengatakan bahwa posisi pembela lingkungan, yang berupaya mempertahankan haknya atas konflik lahan yang dijadikan sebagai proyek PSN sebagai pihak yang paling rentan. Muncul stigma “penghambat pembangunan”. Kenaikan jumlah ancaman terhadap pembela lingkungan mulai meningkat sejak tahun 2017.
Data KPA, secara lebih spesifik menyebut sepanjang 2020-2023 terdapat 115 konflik agraria yang disebabkan PSN Selain menghilangkan partisipasi masyarakat dan melanggengkan praktik kekerasan, orientasi kebijakan PSN yang bertumpu pada kebijakan ekonomi juga mengabaikan faktor lain yang menjadi persoalan carut-marut masalah utama iklim investasi di Indonesia, yaitu soal kepastian dan penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi. Logika terbalik pemerintah dalam world economic forum competitiveness report secara konsisten menempatkan korupsi sebagai masalah utama penghambat investasi di Indonesia, terbukti dengan kesulitan IKN mencari investor.
Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan praktiknya selama ini PSN menghilangkan sumber pangan dan pekerjaan masyarakat seperti hutan sagu, hutan aren, penyadapan karet, kemenyaan dan lainnya. Hal ini bertentangan dengan Konvensi ILO No.111 yang memandatkan antara lain kewajiban melindungi pekerjaan tradisional MHA. Situasi yang dihadapi MHA dan masyarakat lokal akibat PSN ini tidak sejalan dengan instrumen HAM lainnya seperti Hak Sipol dan Ekosob serta UU No.39 tentang HAM. PSN memunculkan diskriminasi penegakan hukum. Dalam hal perusahaan melanggar aturan tidak ada penegakan hukum yang tegas. Berbeda jika masyarakat yang dituduh melanggar aturan langsung cepat ditindak aparat kepolisian.
Sementara Yosep Suprayogi dari Tempo Witness mengkritisi substansi dari buku yakni perlunya data yang komprehensif dari proses liputan. Yosep menyampaikan hasil liputan investigasi itu harusnya lebih jauh menelusuri bentuk fasilitas atau lainnya hasil dari pendanaan DBH itu. (DN/ZAS)
Ikuti Artikel Terbaru Kawula ID di Google News