Ada kisah pendosa yang akhirnya mendapatkan ampunan dari Allah. Sebuah kisah yang dikabarkan melalui hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seorang pendosa umumnya dipastikan masuk neraka. Itu pandangan umum manusia. Namun tidak dalam pandangan Allah ‘Azza wa Jalla.
Sang Khaliq memiliki rahmat yang lebih besar dibandingkan murka-Nya. Jadi, selalu ada harapan untuk meraih rahmat dan surga-Nya.
Kisah pendosa ini tertuang dalam sejumlah hadits antara lain Shahih Muslim (4/2111) yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri (nomor 2756, 2757), ada juga di Syarah Shahih Muslim Nawawi, 17/226. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari di beberapa tempat dalam Shahih Bukhari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita di hadapan sahabat-sahabatnya tentang laki-laki yang bergelimang dosa sepanjang hidupnya. Karena kelakuannya ini, lelaki tersebut berwasiat kepada keluarganya agar saat meninggal nanti jenazahnya dibakar.
Lebih dari itu, ia juga berpesan agar sebagian abu jasadnya dibuang ke daratan, sebagian lain di lautan.
Wasiat ini muncul dari ketakutan mendalam. Si lelaki sadar bahwa Allah ‘Azza wa Jalla kelak menyiksanya, dan skenario pembakaran dan pembuangan abu tersebut adalah siasat menghindari siksaan itu.
Dosa-dosanya menggunung, sementara kebaikannya nihil. Ia berharap bisa lolos dari azab berat dengan menghilangkan jejak jasmani. Ketika kematian itu telah tiba, wasiat pun dijalankan dengan baik oleh anak-anaknya.
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Ketika orang tersebut meninggal dunia, Allah memerintahkan daratan dan lautan untuk menghimpun abu itu dan menghidupkannya kembali.
Allah bertanya kepada si laki-laki, “Kenapa kau melakukan hal ini?”
“Karena khasyyah (takut), ya Rabb, dan Engkau lebih mengetahuinya,” jawabnya.
Rasulullah mengabarkan bahwa lelaki itu akhirnya mendapat ampunan dari Allah. Lelaki itu berlumuran dosa, namun menjelang kematiannya ia melakukan ibadah besar, yakni khasyyatullah (takut kepada Allah).
Wallahu A’lam bis Shawab.
Kisah Pendosa Masuk Surga Karena Sepotong Roti
Kisah pendosa ini berawal dari jazirah Arab. Abu Musa al-Asyari sendiri adalah orang kepercayaan dan kesayangan Rasulullah SAW dan para khalifah serta sahabat-sahabatnya.
Ketika Rasulullah masih hidup, Abu Musa diangkat bersama Mu’adz bin Jabal sebagai penguasa di Yaman. Dan setelah Rasulullah wafat, ia kembali ke Madinah untuk memikul tanggung jawab dalam jihad besar yang sedang dijalani oleh tentara Islam melawan Persia dan Romawi.
Pada pemerintahan Umar bin Khattab, Abu Musa diangkat sebagai gubernur di Bashrah. Sedangkan Khalifah Utsman bin Affan menunjuknya sebagai gubernur di Kufah.
Semasa hidupnya, Abu Musa mengenal seorang laki-laki yang sangat tekun beribadah. Selama tujuh puluh tahun laki-laki itu selalu beribadah di jalan Allah. Tak pernah pula ia meninggalkan tempat ibadah. Hari-harinya dihabiskan untuk mengabdi kepada Allah di tempat ibadah itu karena ia memang tinggal dan menjaganya.
Hingga suatu hari datanglah godaan pada laki-laki tersebut. Ia digoda seorang wanita. Ia masuk dalam jebakan dosa dari wanita tersebut. Selama tujuh hari ia bergelimang dalam dosa melakukan perzinahan. Ia tak punya hubungan apa-apa dengan wanita penggoda tersebut, tetapi melakukan hubungan suami-istri dengan wanita itu.
Tak lama kemudian ia pun tersadar akan dosa-dosanya. Ia pergi meninggalkan sang wanita, dan kembali bertaubat. Namun, untuk kembali pada rumah ibadah yang selama ini dijaganya, ia tak sanggup. Ia bertaubat, kembali beribadah di jalan Allah, tetapi ia merasa tak pantas lagi berada di tempat tersebut.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengembara. Ke mana pun kakinya melangkah, sholat, sujud, zikir, dan ibadah lainnya tak pernah ditinggalkannya. Dalam pengembaraannya tersebut, akhirnya sampailah ia ke sebuah pondok reyot yang di dalamnya telah tinggal dua belas fakir miskin. Ia bermaksud bermalam di sana karena badannya telah letih karena melakukan perjalanan yang sangat jauh. Ia pun jatuh tertidur bersama penghuni lainnya di tempat tersebut.
Rupanya, di dekat pondok tinggallah seorang dermawan yang setiap malamnya selalu membagi makanan bagi fakir miskin yang tinggal di lingkungan sekitarnya. Biasanya ia membagi-bagikan roti. Ia pun selalu adil membagikan satu potong roti untuk masing-masing orang yang tinggal di pondok tersebut.
Malam itu, laki-laki pengembara yang sedang bertaubat tersebut juga mendapatakan jatah pembagian roti dari sang dermawan karena dianggap penghuni tetap pondok tersebut.
Namun, ternyata salah seorang dari fakir miskin penghuni pondok tidak mendapat pembagian jatah roti. “Mengapa saya tidak mendapatkan roti,” ujar sang penghuni pondok pada sang dermawan.
Baca Juga: 5 Syarat Sah Cerai Menurut Agama Islam
Pertanyaan tersebut dijawab oleh sang dermawan. “Kamu lihat sendiri, roti yang aku bagikan telah habis, padahal aku telah membaginya secara adil, masing-masing satu potong roti untuk setiap orang yang tinggal di sini, seperti hari-hari sebelumnya aku membawa dua belas potong roti,” ujarnya.
Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka lelaki yang sedang bertaubat itu lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya dan memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bagian tadi. Padahal, perjalanan jauh sebenarnya telah menguras energinya.
Apalagi, ia menjalaninya dengan perut kosong. Di tangannya telah ada satu makanan yang bisa mengisi perutnya. Namun, karena ia merasa itu bukan haknya, ia rela kembali merasakan lapar dan memberikan sepotong roti tersebut pada yang berhak.
Keesokan harinya, laki-laki pengembara yang sedang bertaubat itu meninggal dunia. Di hadapan Allah, ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh orang yang bertaubat itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadah yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam.
Akan tetapi, timbangan kebaikannya ditambahkan dengan perbuatan baiknya menjelang ajalnya, yaitu memberikan sepotong roti pada fakir miskin yang sangat memerlukannya. Ternyata amal tersebut dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu. Kepada anaknya Abu Musa berkata, “Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sepotong roti itu!”
Amal sedekah bisa menyelamatkan umat manusia dari api neraka. Apalagi, yang bersedekah tersebut merupakan orang yang juga sebenarnya sangat membutuhkan harta tersebut.
Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham bisa mengalahkan 100 ribu dirham.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana bisa demikian?” “Ada orang yang memiliki dua dirham, kemudian dia sedekahkan satu dirham. Sementara itu ada orang yang memiliki banyak harta, kemudian dia mengambil seratus ribu dirham untuk sedekah.” (HR an-Nasai).
Abu Hurairah Radiyallahu Anhu berkata, “Wahai Rasulullah, sedekah yang bagaimana yang paling utama?” Rasulullah pun bersabda, “Kesungguhan seorang muqil, dan mulailah dengan orang yang menjadi tanggunganmu.” Muqil adalah orang yang sedikit hartanya, tetapi dia bersedekah sesuai dengan kemampuannya.