Mengapa Indonesia Membutuhkan Pariwisata Berkualitas?

indonesia quality tourism
Pariwisata Indonesia ke depan seharusnya sudah tidak lagi dalam bentuk pariwisata masal (mass tourism), tetapi dalam bentuk quality tourism (Foto: Ardhana Reswary)

Pandemi COVID-19 telah mengubah cara hidup masyarakat dan peluang usaha. Pada sektor pariwisata, kondisi ini memiliki dampak negatif dengan turunnya tingkat kunjungan wisata. Namun, juga ada dampak positifnya yakni memberikan kesempatan bagi pariwisata Indonesia untuk bertransformasi membentuk pariwisata yang berkualitas (quality tourism). Pariwisata Indonesia ke depan itu seharusnya sudah tidak lagi dalam bentuk pariwisata masal (mass tourism), tetapi dalam bentuk quality tourism atau rombongan kecil yang tidak bergerombol. Hal ini sudah terjadi di beberapa negara saat ini.

Pembangunan pariwisata kini sebaiknya tidak lagi berorientasi pada jumlah, melainkan pada kualitas (quality tourism). Pariwisata berkualitas dan bukan pariwisata massal. Jadi, salah satu strateginya adalah menyasar segmen wisatawan dengan tingkat pengeluaran yang tinggi. Dalam pelaksanaan stategis paradigma baru ini, perlu ditingkatkannya pengembangan dalam berbagai aspek.

Di antaranya, peningkatan produk ekspor ekonomi kreatif, Sumber Daya Manusia pariwisata, kemudahan perizinan usaha bagi investor. Beberapa hal utama lainnya yakni nilai tambah dari industri dan ekonomi kreatif, daya dukung lingkungan, dan menciptakan citra pariwisata berdaya saing tinggi dengan karakter lokal dan nusantara.

Quality Tourism ini harus dijemput. Jadi bukan lagi mengejar tingkat kunjungan, melainkan kualitas kunjungan. Dulu trennya memang wisatawan datang secara ramai dengan agen perjalanan dan bisa berbondong-bondong. Ke depan, haruslah family tourism yang di dorong. Secara omzet, mereka yang datang berombongan tidak akan lama menghabiskan waktu, sementara wisata keluarga bisa berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Mereka fokus untuk menikmati keindahan alam, budaya dan lain sebagainya.

Secara perhitungan family tourism akan lebih banyak membelanjakan uang, baik itu untuk home stay atau berbelanja. Beda dengan wisatawan yang datang berombongan. Pengembangan quality tourism harus dianggap penting karena menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia pada 2019 jumlah wisatawannya mencapai 16 juta orang, tetapi devisa yang dihasilkan di bawah 20 miliar US Dolar. Sedangkan Australia yang jumlah wisatawannya hanya 10 juta orang, dapat menghasilkan devisa sebesar 45 miliar US Dolar.

Dari situ dapat disimpulkan bahwa wisatawan yang berkualitas memegang peranan penting terhadap devisa pariwisata suatu negara. Kita perlu kembangkan kualitasnya (quality tourism) sehingga spending yang hanya 1.220 US Dollar per arrival atau disebut ASPA (Average Spending Per Arrival) menjadi meningkat melebihi 1.220 US Dollar.

Wisatawan yang berkualitas, merupakan wisatawan yang memiliki kecenderungan untuk tinggal lebih lama di suatu negara dan uang yang dihabiskannya pun juga banyak. Selain itu, Ketika wisatawan tersebut sudah pulang, ia ingin berwisata kembali ke negara tersebut. Atas dasar tersebut, Indonesia harus menawarkan keunikan dan keragaman budaya yang ada untuk menarik wisatawan ke Indonesia. Sebab, wisatawan membutuhkan pengalaman baru yang tidak bisa ia dapatkan di negara asalnya. Ke depannya, kita semua berharap para pelaku pariwisata Indonesia dapat menawarkan keunikan untuk menciptakan Daya Tarik.

Penyelenggaraan Meeting Incentive Convention Exhibition (MICE) pun turut mendongkrak popularitas daerah ketika didapuk menjadi tuan rumah event MICE berskala internasional. Hal ini pun berdampak signifikan pada pengembangan bisnis, sosial-budaya, dan Pendidikan.

Menurut data dari International Congress and Convention Association (ICCA) Statistics and Country and City Rankings tahun 2019 lalu, Indonesia berada di peringkat 41 dunia untuk penyelenggaraan meeting asosiasi international dengan total partisipan internasional mencapai 37.874 orang. Sedangkan untuk level Asia Pasifik, Indonesia berada di peringkat 10 dengan jumlah 95 meeting asosiasi internasional. Posisi ini naik satu tingkat dari tahun 2018 yang sebelumnya diurutan 11. Jika dihitung berdasar jumlah delegasinya, Indonesia menempati peringkat 4 dari kompetitor di Asia Tenggara.

Selain itu, penelitian dari ICCA (International Congress and Convention Association) menyebutkan bahwasanya pengeluaran wisatawan MICE tercatat 53 persen lebih besar dibanding wisatawan leisure. Masa tinggal wisatawan MICE pun lebih lama dibanding wisatawan leisure, yakni rata-rata 5 hari. Berkaca pada data tersebut, MICE benar-benar berkontribusi besar atas perekonomian nasional dan dapat diandalkan sebagai quality tourism untuk membangun pariwisata Indonesia. Hal ini pun selaras dengan arahan Presiden RI, Joko Widodo, bahwa pembangunan pariwisata kini harus berlandaskan pada wisatawan yang berkualitas. Sudah tidak lagi pada banyaknya jumlah kunjungan.

Quality Tourism pun membawa dampak positif terhadap keberlanjutan lingkungan, tidak seperti wisata massal yang lama kelamaan menggerus kelestarian alam dan budaya di destinasi wisata, pariwisata yang berkualitas memberikan rasa personalisasi dan pemahaman mendalam mengenai sejarah, budaya dan kearifan lokal di destinasi wisata yang sedang di kunjungi. Pariwisata yang berkualitas mampu menjawab tantangan untuk menghadapi agenda Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, yakni agenda pembangunan dunia untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi. Keberadaan pariwisata sangat erat hubungannya dengan sustainable development goals.

Adanya pariwisata akan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pencapaian SDGs tersebut. Namun di sisi lain, pariwisata juga bisa menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan tersebut apabila pariwisata tidak dikelola dengan baik dan benar. Pariwisata yang dikelola dengan baik akan dapat menyasar target sebagai berikut secara langsung:

  • Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan
  • Modal untuk pengembangan kesehatan masyarakat yang lebih baik
  • Timbulnya inovasi dan industry penunjang
  • Memacu adanya konsumsi dan produksi yang lebih bertanggungjawab

Selain itu, pariwisata yang berkualitas juga akan memacu adanya kesetaraan gender dengan adanya pelibatan berbagai pihak dalam aktivitas pariwisata. Pariwisata membuka segala peluang, peluang yang dikelola dengan bertanggungjawab akan memberikan kemanfaatan kepada banyak orang. (adv)

 

Ardha

Ardhana Reswary, adalah seorang Entrepreneur, Traveller & Mahasiswi Pascasarjana STP Trisakti