JAKARTA – Menteri Transmigrasi (Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanagara memaparkan bahwa ada sekitar 50 perusahaan yang telah menyatakan ketertarikan untuk menanamkan modal di berbagai wilayah transmigrasi, dengan proyeksi nilai investasi mencapai Rp180-240 triliun dalam jangka waktu empat tahun mendatang.
"Simulasi (Tim Ekspedisi Patriot/TEP) lintas kampus memperkirakan potensi investasi masuk ke kawasan transmigrasi mencapai Rp180-240 triliun dalam empat tahun ke depan," katanya di Jakarta, dikutip pada Rabu (24/12/2025).
Iftitah menjelaskan bahwa tim tersebut juga memprediksi investasi ini sanggup menyerap hingga 200 ribu tenaga kerja anyar, yang diharap mampu memacu denyut ekonomi di wilayah transmigrasi.
Ia menyebutkan, merujuk pada riset TEP, beberapa titik strategis yang berpeluang menjadi target investasi meliputi Kawasan Transmigrasi Kaliorang di Kalimantan Timur yang memiliki potensi di bidang pertambangan, kelapa sawit, serta infrastruktur pelabuhan.
"Kami (Kementerian Transmigrasi) juga sebetulnya sudah melakukan (penandatanganan) MoU (memorandum of understanding), contoh dengan LX International Corp dari Korea Selatan, itu mereka akan masuk investasi Rp1,2 triliun untuk pelabuhan," ucap Iftitah.
Selain itu, terdapat pula proyeksi investasi senilai Rp5 triliun di Kawasan Transmigrasi Melolo, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, yang mempunyai potensi untuk pembangunan pabrik gula, industri tebu, hingga bioetanol.
Di sisi lain, untuk wilayah Merauke, Papua Barat, nilai investasi yang berpeluang masuk ditaksir melampaui Rp100 triliun guna menggarap potensi sektor perikanan, kelautan, serta perkebunan tebu.
Berdasarkan tingkatan skalanya, Iftitah menambahkan, modal senilai Rp500 juta sampai Rp3 miliar memadai untuk mendirikan fasilitas pengering produk tani bertenaga surya (solar dryer), atau instalasi pengolahan minyak kelapa murni (virgin coconut oil/VCO) dan minyak atsiri pala di level pedesaan.
Untuk skala kawasan, diperlukan modal sebesar Rp2-10 miliar guna mengelola rice milling unit (RMU) atau mesin penggiling komoditas singkong serta jagung dengan daya tampung 5-10 ton setiap harinya.
Investasi berkisar Rp15-25 miliar diperlukan dalam pengembangan pusat industri kecil dan menengah (IKM), pabrik VCO, fasilitas cold storage (gudang pendingin), serta jalur logistik laut di skala kepulauan yang berpeluang mendongkrak pemasukan kawasan sebesar 45-60 persen.
Khusus untuk klaster sawit, operasional pabrik dengan kapasitas 5-30 ton tandan buah segar (TBS) per jam membutuhkan pendanaan Rp30-100 miliar dengan keperluan area lahan seluas 10-15 hektare.
Sedangkan untuk pembangunan rumah potong hewan (RPH) berbasis modern serta industri pengalengan ikan memerlukan kucuran dana Rp15-50 miliar.
Iftitah menegaskan bahwa kehadiran investasi sangat penting supaya wilayah transmigrasi tidak sekadar menjadi area penghasil komoditas mentah bernilai rendah, namun sanggup berubah menjadi pusat ekonomi baru yang didukung fasilitas produksi terpadu.
Meski begitu, ia menekankan pentingnya regulasi serta supervisi yang disiplin agar upaya pengembangan ekonomi tersebut tidak bersifat eksploitatif dan memicu kerusakan lingkungan di masa depan.
"Hal-hal (potensi ekonomi) yang seperti ini yang kami cari untuk diberdayakan. Tapi, pada prinsipnya, kami juga ingin keberlanjutan. Jangan sampai nanti ada eksplorasi malah nanti merusak lingkungan," ujarnya.