JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa badan usaha pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta akan menghentikan impor solar mulai 2026.
"Yang dimaksud dengan penghentian impor itu, ya, termasuk SPBU swasta,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman dalam acara Temu Media Sektor ESDM yang digelar di Jakarta, Jumat (19/12/2025) malam.
Rencana penghentian impor solar pada 2026 sebelumnya telah disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, seiring dengan mulai beroperasinya proyek refinery development master plan (RDMP) di Balikpapan, Kalimantan Timur, serta penerapan program mandatori biodiesel 50 (B50).
Program biodiesel B50 dijadwalkan mulai berjalan pada semester II 2026.
Dengan demikian, apabila badan usaha pengelola SPBU swasta membutuhkan pasokan solar, pembelian dapat dilakukan dari kilang dalam negeri.
"Jadi, seperti itu pemahaman dari stop impor. Swasta pun harus beli dari dalam negeri, ini saya bicaranya (solar) CN 48 ya," kata Laode.
Selain kebijakan penghentian impor solar pada 2026, Laode juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengekspor solar. Namun, untuk melakukan ekspor, Indonesia perlu menyiapkan produk kilang yang memenuhi standar internasional.
Apabila produk kilang yang dipasarkan telah sesuai dengan standar internasional, Laode menilai proses penjualannya ke pasar global akan lebih mudah.
"Solar CN 51 itu lebih mudah untuk kami ekspor. CN 48 kan standarnya masih Euro 4, dengan kandungan sulfurnya masih tinggi, di atas 2 ribu ppm, jadi sulit (untuk diekspor)," kata Laode.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah melaporkan kepada Presiden RI Prabowo Subianto bahwa Indonesia akan menghentikan impor solar mulai 2026.
Proyek RDMP Balikpapan dinilai akan memegang peranan penting dalam memperkuat kemandirian energi nasional.
Selain RDMP, pemerintah juga terus mendorong pengembangan bahan bakar nabati melalui kebijakan biodiesel B50.
Laode menyampaikan bahwa kombinasi produksi dari RDMP dan penerapan B50 diperkirakan mampu menciptakan surplus pasokan solar sehingga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengekspor bahan bakar tersebut di masa mendatang.