Bukan Cuma Talak, Ini Syarat Perceraian dalam Islam yang Wajib Diketahui Istri

Bukan Cuma Talak, Ini Syarat Perceraian dalam Islam yang Wajib Diketahui Istri
Ilustrasi Bukan Cuma Talak, Ini Syarat Perceraian dalam Islam yang Wajib Diketahui Istri (Canva Pro / Elnur)

KAWULA ID – Perceraian adalah momen berakhirnya ikatan suci pernikahan antara suami dan istri. Dalam Islam, perceraian lebih dikenal dengan istilah talak. Meski bukan tujuan dari pernikahan, Islam sebagai agama yang realistis menyediakan jalan keluar ketika sebuah rumah tangga sudah tidak dapat dipertahankan demi menghindari kemudaratan yang lebih besar.

Namun, penting untuk dipahami bahwa perceraian adalah perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah SWT. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

Perkara halal yang paling Allah benci adalah perceraian.” (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)

Hadis ini menegaskan bahwa perceraian harus menjadi pilihan terakhir setelah semua upaya mediasi dan rekonsiliasi gagal.

Bagi masyarakat Muslim di Indonesia, penting untuk mengetahui bahwa proses perceraian diatur oleh dua pilar: hukum Fikih Islam dan hukum positif negara melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Perkawinan. Sebuah perceraian tidak cukup hanya dengan ucapan, tetapi wajib disahkan melalui putusan Pengadilan Agama untuk memiliki kekuatan hukum dan melindungi hak semua pihak.

Artikel ini akan membahas secara lengkap syarat dan prosedur perceraian dalam Islam sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Dua Jalan Utama Perceraian: Cerai Talak dan Cerai Gugat

Secara garis besar, perceraian dalam hukum Islam di Indonesia dapat diinisiasi oleh kedua belah pihak melalui dua jalur utama di Pengadilan Agama:

  • Cerai Talak: Perceraian yang permohonannya diajukan oleh suami kepada Pengadilan Agama.
  • Cerai Gugat: Perceraian yang gugatannya diajukan oleh istri kepada Pengadilan Agama.

Mari kita bahas syarat dan prosedurnya satu per satu.

1. Prosedur Cerai Talak (Inisiatif dari Suami)

Ketika suami berketetapan hati untuk menceraikan istrinya, ada syarat-syarat sahnya talak dari sisi fikih dan prosedur hukum yang wajib diikuti di Indonesia.

A. Syarat Sah Jatuhnya Talak (Perspektif Fikih)

Agar ucapan talak dianggap sah, beberapa syarat harus terpenuhi:

  • Diucapkan oleh Suami yang Sah: Talak hanya bisa diucapkan oleh suami yang sah, baligh (dewasa), dan berakal.
  • Diucapkan dalam Keadaan Sadar: Ucapan talak tidak sah jika diucapkan dalam keadaan gila, pingsan, tidur, atau mabuk berat yang menghilangkan kesadaran. Utsman bin ‘Affan ra. berkata, “Semua bentuk talak berlaku, kecuali talak (cerai) yang diucapkan orang mabuk dan orang gila.”
  • Diucapkan Tanpa Paksaan: Talak yang diucapkan di bawah ancaman atau paksaan dari pihak lain tidak dianggap sah. Hal ini sesuai dengan hadis: “Sesungguhnya Allah menggugurkan (pahala atau dosa) atas umatku dalam beberapa perbuatan yang dilakukan karena kesalahan, lupa, dan dipaksa.” (HR. Ibnu Majah).
  • Tidak Diucapkan Saat Marah yang Menghilangkan Akal: Ini adalah poin yang sering disalahpahami. Ulama membagi kondisi marah menjadi tiga tingkatan: 
    1. Marah Biasa: Kemarahan yang tidak menghilangkan kesadaran. Seseorang masih tahu apa yang ia ucapkan. Talak dalam kondisi ini dianggap sah.
    2. Marah Sangat Hebat: Kemarahan di puncaknya yang membuat seseorang tidak bisa berpikir jernih, namun belum sepenuhnya hilang akal. Status talaknya menjadi perdebatan di antara ulama.
    3. Marah Hingga Hilang Akal (Ighlaq): Kemarahan yang membuat seseorang tidak sadar sepenuhnya atas apa yang ia katakan dan lakukan. Talak dalam kondisi ini tidak sah. Sebagaimana hadis: “Tidak berlaku talak (cerai) ataupun memerdekakan budak dalam keadaan pikiran tertutup (ighlaq).” (HR. Abu Dawud).

B. Prosedur Wajib Cerai Talak di Pengadilan Agama

Di Indonesia, ucapan talak di luar pengadilan tidak diakui oleh negara. Suami wajib mengikuti prosedur berikut:

  • Mengajukan Permohonan: Suami mengajukan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggal istri.
  • Alasan yang Sah: Permohonan harus disertai alasan yang jelas dan dapat dibenarkan oleh hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975.
  • Mediasi: Pengadilan akan mewajibkan kedua belah pihak untuk menempuh jalur mediasi dengan bantuan mediator.
  • Ikrar Talak: Jika mediasi gagal dan alasan diterima hakim, pengadilan akan memberikan izin kepada suami untuk mengucapkan ikrar talak di hadapan sidang. Setelah ikrar diucapkan, barulah perceraian itu sah secara agama dan negara.

2. Hak Istri Menggugat Cerai (Inisiatif dari Istri)

Islam tidak hanya memberikan hak talak kepada suami. Istri juga memiliki hak untuk mengakhiri pernikahan jika terdapat alasan-alasan yang dibenarkan syariat. Di Indonesia, ini dilakukan dengan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama melalui mekanisme berikut:

A. Khulu' (Talak Tebus)

Khulu' adalah permintaan cerai dari istri dengan memberikan tebusan ('iwadh) kepada suami, misalnya dengan mengembalikan mahar yang pernah diberikan. Ini bisa menjadi jalan keluar jika istri sudah sangat tidak menyukai suaminya dan khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri.

B. Fasakh (Pembatalan Nikah oleh Hakim)

Istri dapat meminta hakim untuk membatalkan (mem-fasakh) pernikahannya karena adanya cacat atau alasan yang merugikan pada pihak suami. Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, beberapa alasan yang memperbolehkan fasakh antara lain:

  • Suami melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
  • Suami tidak memberikan nafkah wajib selama 3 bulan.
  • Suami meninggalkan istri selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin atau alasan yang sah.
  • Suami mendapat hukuman penjara 5 tahun atau lebih.
  • Suami memiliki kebiasaan buruk yang sukar disembuhkan (mabuk, berjudi).

C. Ta'liq Talak (Pelanggaran Janji Nikah)

Ini adalah mekanisme khas di Indonesia. Saat akad nikah, suami mengucapkan janji (sighat ta'liq talak) yang tercantum di buku nikah. Jika suami melanggar salah satu janji tersebut (misalnya, meninggalkan istri 6 bulan berturut-turut tanpa memberi nafkah), istri berhak mengadukan pelanggaran ini ke Pengadilan Agama. Jika terbukti, hakim dapat memutuskan bahwa talak satu telah jatuh.

Konsekuensi Hukum dan Kewajiban Pasca-Perceraian

Setelah perceraian diputuskan oleh pengadilan, ada beberapa kewajiban dan hak yang harus dipenuhi:

  • Masa Iddah: Wanita wajib menjalani masa tunggu (iddah) sebelum boleh menikah lagi. Tujuannya untuk memastikan rahimnya bersih dan sebagai masa berkabung. Durasinya bervariasi: 
    • Jika Hamil: Sampai melahirkan.
    • Jika Masih Haid: Selama tiga kali quru' (tiga kali suci/haid).
    • Jika Sudah Monopause: Selama tiga bulan.
  • Kewajiban Finansial Mantan Suami: 
    • Nafkah Iddah: Nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal) yang wajib diberikan mantan suami kepada mantan istri selama masa iddah.
    • Mut'ah: Hadiah atau pemberian penghibur yang layak diberikan kepada mantan istri yang dicerai, terutama dalam kasus cerai talak.
    • Nafkah Anak: Suami tetap wajib menafkahi anak-anaknya hingga mereka dewasa, meskipun hak asuh ada pada ibu.
  • Hak Asuh Anak (Hadhanah): Secara umum, hak asuh anak yang belum dewasa (di bawah 12 tahun) diberikan kepada ibu, kecuali jika si ibu dinilai tidak mampu atau tidak layak.
  • Harta Bersama (Gono-Gini): Harta yang diperoleh selama masa pernikahan dibagi dua antara mantan suami dan mantan istri.

Kesimpulan

Syarat perceraian dalam Islam tidak sesederhana mengucapkan kata talak. Ini adalah sebuah proses yang diatur secara rinci baik dalam fikih maupun dalam hukum negara di Indonesia untuk menjamin keadilan dan melindungi hak semua pihak, terutama perempuan dan anak-anak.

Memahami bahwa perceraian adalah jalan terakhir yang dibenci Allah dan harus melalui prosedur hukum yang benar di Pengadilan Agama adalah kunci untuk menghadapi situasi ini dengan bertanggung jawab dan bijaksana.

Ikuti Artikel Terbaru Kawula ID di Google News

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index