Mitos Tapai dan Beberapa Larangan saat Pembuatan

Mitos Tapai dan Beberapa Larangan saat Pembuatan
Ilustrasi Mitos Tapai dan Beberapa Larangan saat Pembuatan (Gambar: Canva Pro / Reezky Pradata)

KAWULA ID – Tapai, penganan tradisional yang dibuat melalui proses fermentasi menggunakan ragi, telah lama menjadi bagian dari kuliner Indonesia. Di balik rasanya yang khas, ternyata tersimpan segudang mitos yang menyelimuti proses pembuatannya, menghubungkan keadaan emosional si pembuat dengan hasil akhir tapai.

Panganan yang sejatinya sederhana ini kini telah banyak diolah menjadi berbagai camilan kekinian yang lezat, teman bersantai sembari menikmati teh atau kopi. Namun, kepercayaan turun-temurun menyebutkan bahwa tidak sembarang orang dapat menghasilkan tapai yang manis dan lezat. Konon, kondisi psikis dan fisik seseorang sangat memengaruhi rasa dan tekstur tapai yang dibuat.

Mitos dan Pantangan dalam Proses Pembuatan Tapai

Lalu, apa saja mitos yang berkembang seputar pembuatan tapai? Mari kita simak beberapa kepercayaan yang masih hidup di sebagian masyarakat.

1. Dilarang Membuat Tapai dalam Keadaan Marah

Salah satu mitos yang paling populer adalah larangan membuat tapai saat sedang dalam kondisi emosi negatif. Konon, seseorang yang sedang marah, jengkel, atau sedih tidak disarankan untuk membuat tapai. Keadaan emosional yang tidak stabil ini dipercaya dapat berdampak langsung pada rasa tapai, membuatnya menjadi kurang manis atau bahkan sangat asam. Tak hanya itu, emosi negatif juga diyakini dapat memengaruhi tekstur tapai hingga menjadi keras dan bahkan gagal total.

2. Pantangan Membuat Tapai saat Menstruasi

Mitos lainnya secara khusus ditujukan bagi perempuan. Menurut kepercayaan ini, seorang wanita yang sedang dalam masa menstruasi dilarang keras untuk terlibat dalam proses pencampuran adonan tapai, terutama tapai ketan yang menggunakan air perasan daun katuk.

Meskipun diizinkan untuk membantu dalam proses pengemasan, keterlibatan dalam pencampuran bahan utama diyakini akan berakibat fatal. Kepercayaan yang dipegang kuat oleh para orang tua zaman dahulu ini menyebutkan bahwa jika larangan ini dilanggar, warna tapai ketan dapat berubah menjadi kemerahan.

Sebagian masyarakat mengaku pernah mencoba dan membuktikan kebenaran mitos ini. Namun, tidak sedikit pula yang beranggapan bahwa ini hanyalah mitos belaka. Bagi mereka yang lebih rasional, kunci utama untuk menghasilkan tapai yang baik adalah tingkat kebersihan (higienitas) selama proses pembuatan.

Pada akhirnya, kepercayaan terhadap mitos-mitos seputar pembuatan tapai ini kembali kepada masing-masing individu. Apakah ini fakta yang terbukti secara turun-temurun atau sekadar cerita rakyat, pilihan untuk percaya atau tidak bergantung pada bagaimana kita menyikapinya.

Ikuti Artikel Terbaru Kawula ID di Google News

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index