Strict Parents: Kenali Ciri-cirinya dan Dampaknya bagi Anak

Pola asuh strict parents ini kerap dilakukan oleh orang tua di Asia, dengan pola asuh yang sedikit otoriter, dan penuh dengan aturan-aturan yang kaku. Padahal, dewasa ini, anak-anak lebih menyukai pola asuh yang lebih fleksibel.

Ciri-ciri Strict Parents
Ilustrasi gambar: canva pro

KAWULA ID – Gaya pengasuhan memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian dan kehidupan anak. Salah satu gaya pengasuhan yang sering menjadi perbincangan adalah strict parents. Pendekatan ini ditandai dengan penekanan pada disiplin, aturan, dan harapan yang tinggi. 

Strict parents merupakan pola pengasuhan yang ditandai dengan fokus pada pengendalian tingkat tinggi terhadap perilaku dan tindakan anak. Orang tua yang mengadopsi pendekatan ini menetapkan batasan yang jelas, menerapkan aturan dengan tegas, dan memprioritaskan disiplin dan ketaatan, serta kerap menuntut banyak hal kepada sang anak. 

Pola asuh strict parents ini kerap dilakukan oleh orang tua di Asia, dengan pola asuh yang sedikit otoriter, dan penuh dengan aturan-aturan yang kaku. Padahal, dewasa ini, anak-anak lebih menyukai pola asuh yang lebih fleksibel. Dengan keyakinan dasar bahwa memberlakukan aturan yang ketat akan menanamkan rasa tanggung jawab, disiplin, dan perilaku yang baik pada anak. Namun, penting untuk diingat bahwa orang tua tegas dapat muncul dalam berbagai tingkatan, dan tidak semua orang tua tegas menunjukkan perilaku atau sikap yang sama.

Ciri-ciri Strict Parents

Biasanya, orang tua yang masih menggunakan pola asuh otoriter ini, alias strict parents ini, masih mengadopsi pola asuh tersebut karena berasal dari riwayat pengasuhan yang dilakukan oleh orang tuanya. Dengan kata lain, strict parents berasumsi bahwa dengan menerapkan pola asuh otoriter merupakan cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mendidik anaknya. 

Ada beberapa ciri-ciri strict parents yang bisa dilihat secara saksama, apa saja itu? Berikut ini uraiannya.

1. Menaruh Harapan Tinggi

Orang tua yang mengadopsi pola asuh ini cenderung menetapkan standar tinggi untuk kinerja akademis, kegiatan ekstrakurikuler, dan perilaku umum anak. Mereka percaya bahwa harapan ini akan mendorong anak-anak mereka untuk berprestasi.

2. Aturan dan Batasan Jelas

Selain itu, orang tua juga sangat tegas dalam menetapkan aturan dan batasan yang terdefinisi dengan baik yang diharapkan anak-anak untuk mematuhinya tanpa pertanyaan. Aturan-aturan ini sering mencakup hal-hal seperti waktu pulang, tugas rumah, dan waktu layar.

3. Konsistensi

Pengasuhan yang dilakukan oleh strict parents biasanya menekankan konsistensi dalam menerapkan aturan. Orang tua menjalani rutinitas yang terstruktur dan jarang menyimpang dari harapan yang sudah ditetapkan.

4. Otonomi Terbatas

Anak-anak yang dinaungi oleh orang tua tegas sering memiliki otonomi dalam pengambilan keputusan yang terbatas. Orang tua yang membuat sebagian besar pilihan atas nama mereka, meninggalkan sedikit ruang kepada anaknya sendiri untuk pengambilan keputusan yang independen.

5. Menerapkan Disiplin dan Hukuman

Orang tua yang menggunakan metode asuh ini biasanya kerap menggunakan teknik disiplin seperti “time-out,” penarikan hak istimewa, dan bahkan hukuman fisik untuk memperbaiki perilaku yang tidak diinginkan.

6. Gaya Komunikasi Satu Pihak

Komunikasi dalam pengasuhan tegas mungkin lebih bersifat direktif daripada kolaboratif. Orang tua sering memberikan instruksi daripada terlibat dalam diskusi terbuka.

Nah, meski punya tujuan yang baik, hanya saja, pola asuh strict parents ini juga kerap menjadi problem bagi anak-anak remaja. Pasalnya, tidak sedikit lho yang merasa tertekan dengan ekspektasi tinggi dan aturan-aturan yang banyak dari orang tuanya. Hal itu tentu bisa memberikan beban yang cukup berat kepada anak, sehingga akan membuatnya depresi dan stress, tanpa diketahui oleh orang tua. 

Meskipun pengasuhan tegas berakar dari niat baik, gaya ini dapat menghasilkan efek negatif dalam dinamika keluarga.

Pola asuh yang keras dan kaku, punya kontribusi yang besar terhadap tingkat stres dan kecemasan seorang anak. Hal ini jelas karena tekanan yang terus saja diberikan oleh orang tua kepada anak. Artinya, ada kemungkinan ke depan kontrol yang berlebihan dari orang tua akan memicu sikap pemberontakan oleh sang anak, ketika mereka pelan-pelan mulai mengekspresikan dirinya. 

Satu hal yang pasti, pola asuh ini juga kerap memberikan beban yang besar kepada anak, karena pada umumnya, orang tua yang menggunakan pola asuh ini kurang bisa berkomunikasi secara terbuka atau berdiskusi dengan anaknya. Hal ini akan menghalangi pertumbuhan emosional anak, serta membuat anak akan menjadi pribadi yang lebih tertutup. 

Anak-anak yang secara konsisten tidak mencapai standar tinggi yang diberikan orang tuanya, besar kemungkinan akan membuatnya tumbuh dengan harga diri yang rendah dan perasaan ketidakcukupan. Sifat otoriter dari pengasuhan tegas dapat memicu ketegangan dalam hubungan orangtua-anak, membuatnya lebih bersifat transaksional daripada penuh perhatian.

Oleh karena itu, sebagai orang tua masa kini, ada baiknya untuk lebih terbuka kepada anak. Ajaklah mereka hidup berdampingan, dengan mencoba mendengarkan apa isi hati dan kepalanya. Serta, mulailah membuka ruang diskusi untuk agar mereka bisa merasa lebih dihargai dan dianggap ada oleh orang tua. 


Ikuti Artikel Terbaru Kawula ID di Google News

Penulis: Reky ArfalEditor: Anju Mahendra