KAWULA.ID - Sedang ramai di media sosial pembahasan tentang kecelakaan maut yang menimpa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Argo Ericko Achfandi (19).
Argo meninggal dunia karena ditabrak mobil BMW yang dikendarai oleh CPP, mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Peristiwa nahas itu terjadi di Jalan Palagan, Sleman, Yogyakarta, pada Sabtu dini hari (24/5).
Sekretaris Universitas UGM Andi Sandi menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga korban dan mengajak seluruh civitas academica untuk menjadikan peristiwa ini sebagai momen refleksi bersama.
“Segenap pimpinan universitas menyampaikan duka cita yang mendalam kepada ibu dan adik almarhum dan kami berharap kejadian ini menjadi pengingat akan keterbatasan manusia di hadapan kehendak Yang Maha Kuasa,” ujar Andi Sandi, Senin (26/5), dikutip dari laman resmi UGM.
Dalam konferensi pers daring, Andi menjelaskan bahwa proses hukum atas kasus kecelakaan ini sepenuhnya menjadi kewenangan polisi.
Menurut dia, pihak FH dan FEB juga berkomitmen untuk mendukung penuh proses penyelidikan yang sedang berjalan.
Koordinasi intensif terus dilakukan antara pimpinan universitas dan kedua fakultas guna memastikan keterbukaan informasi dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menindaklanjuti penanganan yang sedang dilakukan di Polresta Sleman,” jelasnya.
Andi Sandi menegaskan bahwa UGM tidak akan melakukan intervensi dalam bentuk apa pun terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
Kunjungan yang dilakukan oleh pihak Fakultas, Direktorat Kemahasiswaan, dan K5L ke kantor polisi semata-mata bertujuan untuk memantau perkembangan penanganan kasus dan memastikan semua tahapan berjalan sesuai prosedur.
Pihak universitas dan fakultas juga menegaskan tidak ada jaminan atau perlakuan khusus bagi siapa pun yang terlibat dalam kasus ini.
“Kami menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan dan penyidikan kepada pihak kepolisian dan berkomitmen memantau agar semuanya berjalan sesuai ketentuan,” tegasnya.
Selain itu, UGM telah menjalin komunikasi aktif dengan keluarga korban dan menyiapkan langkah-langkah pendampingan, baik secara emosional, administratif, maupun logistik, termasuk saat pelepasan jenazah almarhum.
Komunikasi dengan keluarga mahasiswa dari FEB juga terus diupayakan seiring perkembangan proses hukum.
“Segala langkah yang diambil selalu dalam semangat mendukung penanganan yang patuh hukum dan menghargai perasaan seluruh pihak yang terdampak,” ujar Andi Sandi.
Menanggapi narasi di media sosial terkait latar belakang sosial salah satu mahasiswa yang terlibat, UGM menegaskan tidak pernah membedakan penanganan berdasarkan status sosial.
Setiap proses harus berlandaskan prinsip kesetaraan di mata hukum dan transparansi. Pemantauan internal terus dilakukan untuk menjaga akuntabilitas publik.
“Kami tidak punya niatan, apalagi tindakan, untuk memengaruhi proses hukum. Seluruhnya adalah ranah kepolisian dan kami menghormatinya sepenuhnya,” ungkapnya.
Terkait kemungkinan mediasi atau langkah penyelesaian lain, UGM menyatakan bahwa semua proses tetap berada dalam kewenangan aparat penegak hukum. Universitas tidak akan melakukan tindakan yang dapat dianggap memengaruhi jalannya penyelidikan.
“Proses apa pun, termasuk mediasi adalah bagian dari kewenangan aparat penegak hukum dan kami konsisten untuk tidak mengintervensi,” kata Andi Sandi.
Soal sanksi atau pencabutan status mahasiswa FEB yang menjadi tersangka, Andi Sandi menyatakan bahwa tindakan institusional akan diambil setelah ada putusan hukum yang berkekuatan tetap.
UGM memegang prinsip praduga tak bersalah dan akan bertindak sesuai peraturan akademik dan tata perilaku mahasiswa.
“Kami menunggu proses hukum selesai. Jika sudah ada putusan tetap, kami akan menindaklanjutinya sesuai tata tertib yang berlaku di UGM,” pungkasnya.
Polisi sudah menetapkan CPP sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. CPP belum ditahan dan akan segera diperiksa sebagai tersangka. (DN)